Wednesday, April 26, 2017

HUKUM IJARAH

HUKUM IJARAH


Mata Kuliah: Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: M.Amarodin, M.HI
Prodi: Ekonomi Syariah

      Nama Kelompok :
1.    Leka Ayu Mardasari
2.    Mifnatul Mukharomah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH (STAIM) TULUNGAGUNG
2017





KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya Shalawat serta Salam senantiasa tercurahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW serta Keluarga, Sahabat dan para penerus risalahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah "Hukum Ijarah”, guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah.
Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar – besar nya kepada:.
1.    M.Amarodin, M.HI sebagai dosen mata kuliah Fiqih Muamalah.
2.    Orang tua yang selalu memberi dukungan pada kami .
3.    Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini .
                                                                                       
 Dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu mempermudah proses belajar dan bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya . Serta kami menerima kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh .

Tulungagung, 12 April 2017

Tim Penyusun


DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
Bab 1 : Pendahuluan
A.    Latar belakang..............................................................................................4
B.     Rumusan masalah.........................................................................................4
C.     Tujuan..........................................................................................................4
Bab 2 : Pembahasan
A.    Pengertian, dasar hukum dan ijarah..............................................................5
B.     Rukun dan syarat sah ijarah..........................................................................7
C.     Pelanggaran dalam ijarah..............................................................................9
D.    Berakhirnya akad ijarah ……………...........................................................9
Bab 3 : Penutup
Kesimpulan........................................................................................................11
      Daftar pustaka....................................................................................................12         









BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Ijarah merupakan salah satu pokok pembahasan yang masuk dalam wilayah fiqh muamalah. Muamalah sendiri berarti “saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Sederhananya dapat diartikan dengan “hubungan antar orang dengan orang”. Maka, dalam kajian fiqh mengandung arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup di dunia (dalam bagian ini berkaitan dengan harta).
            Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta ini dibicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqh karena kecenderungan manusia kepada harta itu begitu besar dan sering menimbukan persengketaan sesamanya, sehingga jika tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak stabilan dalam pergaulan hidup sesama manusia. Di samping itu penggunaan harta dapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah, yang berkaitan dengan harta tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian, dasar hukum dan macam-macam ijarah?
2.      Apa rukun dan syarat sah ijarah?
3.      Bagaimana bentuk pelanggaran dalam ijarah ?
4.      Bagaimana berakhirnya ijarah.

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian, dasar hukum dan macam-macam ijarah.
2.      Untuk mengetahui rukun dan syarat sah ijarah.
3.      Untuk mengetahui bentuk pelanggaran dalam ijarah.
4.      Untuk mengetahui bagaimana berakhirnya ijarah.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian, Dasar Hukum dan Macam Macam Ijarah
1.      Pengertian ijarah
            Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi ekonomi yang sangat melekat dalam kehidupan manusia . Sebelum memahami semakin dalam tentang ijarah , mula – mula kita harus mengerti terlebih dahulu pengertian ijarah . Berikut pengertuian dari beberapa pendapat tentang ijarah :
·         Secara bahasa, ijarah berasal dari bahasa arab yang memiliki makna imbalan atau upah, sewa , jasa.
·         Secara istilah, ijarah adalah transaksi pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa melalui sewa / upah dalam waktu tertentu ,tanpa adanya pemindah hak atas barang tersebut.
·         Menurut Imam syafi’i ijarah adalah transaksaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju , bersifat mubah dengan imbalan tertentu.
·         Menurut imam hanafi , ijarah yaitu akad atas kemanfaatan tertentu dengan pengganti ( upah ).
·         Menurut jumhur ulama fiqh, ijarah yaitu menjual suatu manfaat yang boleh disewakan,serta hanya manfaatnya bukan bendanya yang  disewakan.
Prinsip ijarah sama halnya dengan prinsip jual beli , cuma yang membedakan hanya objeknya. Dalam jual beli objeknya adalah barang. Namun dalam ijarah objeknya adalah barang maupun jasa.[1]
2.      Dasar Hukum Ijarah
            Hampir semua ulama ahli fiqih sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan.  Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara’.
            Alasan Jumhur Ulama tentang dibolehkannya ijarah adalah :
·         QS. Ath-thalaq (65) ayat 6 :
Artinya :
"Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka upahnya".
·         QS. Al-Qashash ayat 26 :
   
·         QS. Al-Qashash ayat 27 :

                                                                                              
Artinya :
(26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".[2]



3.      Macam Macam Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua :
·         Ijarah ‘ala al-manafi’, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat, seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dll.
·         Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan, seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkai erat dengan masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih dititikberatkan kepada pekerjaan atau buruh (ajir).
            Al- ijarah seperti ini, menurut ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit. Kedua bentuk al-ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqih hukumnya boleh.[3]

B.     Rukun dan Syarat Sah Ijarah
1.      Rukun Ijarah
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat :  al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’ dan al-ikra’.
Adapun menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah ada 4 yaitu:
·         ‘Aqid ( orang yang akad).
·         Shigat akad.
·         Ujrah (upah).
·         Manfaat







2.      Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid  (orang yang akad),  ma’qud alaih (barang menjadi objek akad),  ujrah (upah) dan zat akad (nafs al-aqad), yaitu:
·         Adanya keridhaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT QS. An-Nisa:29

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.    Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini berkaitan dengan ‘aqid".
·         Ma’qud ‘Alaih bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid.
Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
·         Ma’qud Alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’
Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk berbicara dengan anaknya , sebab hal itu sangat mustahil atau dipandang tidak sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid untuk membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.
·         Kemanfaatan benda dibolehkan menurut Syara’.[4]




C.     Pelanggaran dalam Ijarah
Perselisihan antara mu’jir (penyewa) dan musta’jir (orang yang menyewakan) antara lain:
1.      Klaim kerusakan. Barang sewaan rusak selama digunakan penyewa. Penyewa mengklaim bahwa barang tersebut rusak bukan karenanya, melainkan rusak dengan sendirinya oleh sebab-sebab yang berada di luar kuasanya atau kerusakan terjadi karena sebab-sebab yang biasa terjadi. Sementara itu orang yang menyewakan mengklaim bahwa barang tersebut rusak karena pemakaian yang berlebihan oleh penyewa atau kurang perawatan dan tidak dijaga dengan baik. Dalam kasus ini, yang dijadikan pegangan adalah klaim penyewa, lalu dikuatkan dengan sumpahnya karena orang yang menyewakan mengklaim telah terjadi perlakuan yang melampaui batas, sedangkan penyewa menyangkalnya.
2.      Klaim pengembalian barang. Penyewa mengklaim sudah mengembalikan barang yang disewanya. Namun, orang yang menyewakan mengingkarinya. Dalam kasus ini, klaim yang diambil adalah klaim orang yang menyewakan karena barang yang disewakan sedang berada di tangan penyewa untuk dimanfaatkan. Status asalnya belum dikembalikan. Saat penyewa mengklaim sudah mengembalikan, sedangkan orang yang menyewakan menyangkalnya, maka yang dipegang adalah pengakuan pihak yang menyangkal. Dalam hal ini adalah orang yang menyewakan yang dikuatkan dengan sumpahnya karena yang diklaim adalah status asalnya.[5]

D.    Berakhirnya Akad Ijarah :
1.      Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian pihak penyewa sendiri. Dalam hal seperti ini pihak yang menyewakan dapat memintakan pembatalan.
2.      Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjiakan.
3.      Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan sewa-menyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi.
4.      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
Dalam hal ini yang dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian sewa-menyewa telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh kedua pihak.
5.      Menurut hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
            Penganut Mahzab Hanafi menambahkan bahwa adanya uzur juga merupakan salah satu penyebab putus atau berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak.
            Adapun yang dimaksud dengan uzur disini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya.  Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.[6]








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi ekonomi yang sangat melekat dalam kehidupan manusia. Ijarah terbagi menjadi dua yaitu Ijarah ‘ala al-manafi’ dan Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah. Menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid ( orang yang akad), Shigat akad, Ujrah (upah), Manfaat.
            Hampir semua ulama ahli fiqih sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan.  Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud
            Jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.












DAFTAR PUSTAKA
http://warohmah.com/ijarah-dalam-syariat-islam/
http://alimpolos.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sewa-menyewa-akad-al-ijarah.html
http://blogushuluddin.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-macam-macam-hukum-dan-dalil.html
Syafei,Rachmat.Fiqih Muamalah.Bandung:CV.PustakaSetia,2001,hal126
http://santri-kisahsuksessantri.blogspot.co.id/2015/04/definisi-ijarah-atau-sewa-menyewa.html
http://devieka475.blogspot.co.id/2016/05/uzur-yang-membatalkan-akad-ijarah-dan.html





[1] http://warohmah.com/ijarah-dalam-syariat-islam/
[2] http://alimpolos.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sewa-menyewa-akad-al-ijarah.html
[3] http://blogushuluddin.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-macam-macam-hukum-dan-dalil.html
[4] Syafei,Rachmat.Fiqih Muamalah.Bandung:CV.PustakaSetia,2001,hal126
[5] http://santri-kisahsuksessantri.blogspot.co.id/2015/04/definisi-ijarah-atau-sewa-menyewa.html
[6] http://devieka475.blogspot.co.id/2016/05/uzur-yang-membatalkan-akad-ijarah-dan.html

No comments:

Post a Comment