Mata Kuliah: Fiqih
Muamalah
Dosen Pengampu:
M.Amarodin, M.HI
Prodi: Ekonomi
Syariah
Nama Kelompok :
1.
Leka
Ayu Mardasari
2.
Mifnatul
Mukharomah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH (STAIM) TULUNGAGUNG
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya Shalawat serta Salam
senantiasa tercurahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW serta Keluarga,
Sahabat dan para penerus risalahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah "Hukum Ijarah”, guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Muamalah.
Kami ingin menyampaikan ucapan
terima kasih sebesar – besar nya kepada:.
1. M.Amarodin,
M.HI sebagai dosen mata kuliah
Fiqih Muamalah.
2. Orang
tua yang selalu memberi dukungan pada kami .
3. Semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini .
Dengan adanya makalah
ini semoga dapat membantu mempermudah proses belajar dan bermanfaat bagi kami
pada khususnya dan pembaca pada umumnya . Serta kami menerima kritik dan saran
dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar tercapainya kesempurnaan makalah
ini.
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh .
Tulungagung, 12 April 2017
Tim Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
Bab 1 : Pendahuluan
A.
Latar
belakang..............................................................................................4
B.
Rumusan
masalah.........................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................4
Bab
2 : Pembahasan
A.
Pengertian, dasar hukum dan ijarah..............................................................5
B.
Rukun dan syarat sah ijarah..........................................................................7
C.
Pelanggaran dalam ijarah..............................................................................9
D.
Berakhirnya akad ijarah ……………...........................................................9
Bab 3 : Penutup
Kesimpulan........................................................................................................11
Daftar
pustaka....................................................................................................12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Ijarah merupakan salah satu pokok
pembahasan yang masuk dalam wilayah fiqh muamalah. Muamalah sendiri berarti
“saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Sederhananya dapat diartikan
dengan “hubungan antar orang dengan orang”. Maka, dalam kajian fiqh mengandung
arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam
pergaulan hidup di dunia (dalam bagian ini berkaitan dengan harta).
Hubungan antara sesama manusia
berkaitan dengan harta ini dibicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqh karena
kecenderungan manusia kepada harta itu begitu besar dan sering menimbukan
persengketaan sesamanya, sehingga jika tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak
stabilan dalam pergaulan hidup sesama manusia. Di samping itu penggunaan harta
dapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah, yang
berkaitan dengan harta tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian, dasar hukum dan
macam-macam ijarah?
2. Apa rukun dan syarat sah ijarah?
3. Bagaimana bentuk
pelanggaran dalam ijarah ?
4.
Bagaimana berakhirnya
ijarah.
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui pengertian,
dasar hukum dan macam-macam ijarah.
2.
Untuk mengetahui rukun dan
syarat sah ijarah.
3.
Untuk mengetahui bentuk
pelanggaran dalam ijarah.
4.
Untuk mengetahui bagaimana
berakhirnya ijarah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian,
Dasar Hukum dan Macam Macam Ijarah
1.
Pengertian
ijarah
Ijarah merupakan salah
satu bentuk transaksi ekonomi yang sangat melekat dalam kehidupan manusia . Sebelum
memahami semakin dalam tentang ijarah , mula – mula kita harus mengerti
terlebih dahulu pengertian ijarah . Berikut pengertuian dari beberapa pendapat
tentang ijarah :
·
Secara bahasa,
ijarah berasal dari bahasa arab yang memiliki makna imbalan atau upah, sewa ,
jasa.
·
Secara istilah,
ijarah adalah transaksi pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau
jasa melalui sewa / upah dalam waktu tertentu ,tanpa adanya pemindah hak atas
barang tersebut.
·
Menurut Imam
syafi’i ijarah adalah transaksaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju
, bersifat mubah dengan imbalan tertentu.
·
Menurut imam
hanafi , ijarah yaitu akad atas kemanfaatan tertentu dengan pengganti ( upah ).
·
Menurut jumhur
ulama fiqh, ijarah yaitu menjual suatu manfaat yang boleh disewakan,serta hanya
manfaatnya bukan bendanya yang disewakan.
Prinsip ijarah sama halnya dengan prinsip jual beli , cuma yang
membedakan hanya objeknya. Dalam jual beli objeknya adalah barang. Namun dalam
ijarah objeknya adalah barang maupun jasa.[1]
2.
Dasar Hukum
Ijarah
Hampir semua ulama
ahli fiqih sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’,
kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan
Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan
Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat
dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah
manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak
ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan. Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh
ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada
galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta
pertimbangan syara’.
Alasan Jumhur Ulama
tentang dibolehkannya ijarah adalah :
·
QS. Ath-thalaq
(65) ayat 6 :
Artinya :
"Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah
mereka upahnya".
·
QS. Al-Qashash
ayat 26 :
Artinya :
(26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya ayahku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya
aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik".[2]
3.
Macam Macam
Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua :
·
Ijarah ‘ala
al-manafi’, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat, seperti menyewakan
rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dll.
·
Ijarah ‘ala
al-‘amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan, seperti
membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkai erat dengan
masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih dititikberatkan
kepada pekerjaan atau buruh (ajir).
Al- ijarah seperti
ini, menurut ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas,
seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijarah
seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah
tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang
menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh
pabrik, dan tukang jahit. Kedua bentuk al-ijarah terhadap pekerjaan ini menurut
ulama fiqih hukumnya boleh.[3]
B.
Rukun dan Syarat
Sah Ijarah
1.
Rukun Ijarah
Menurut Ulama
Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara lain dengan
menggunakan kalimat : al-ijarah,
al-isti’jar, al-iktira’ dan al-ikra’.
Adapun
menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah
ada 4 yaitu:
·
‘Aqid ( orang
yang akad).
·
Shigat akad.
·
Ujrah (upah).
·
Manfaat
2.
Syarat Sah
Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid (orang yang akad), ma’qud alaih (barang menjadi objek
akad), ujrah (upah) dan zat akad (nafs
al-aqad), yaitu:
·
Adanya keridhaan
dari kedua pihak yang akad
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab
mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini berkaitan dengan ‘aqid".
·
Ma’qud ‘Alaih
bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan
diantara ‘aqid.
Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan
manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas
pekerjaan atau jasa seseorang.
·
Ma’qud Alaih
(barang) harus dapat memenuhi secara syara’
Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk berbicara dengan anaknya
, sebab hal itu sangat mustahil atau dipandang tidak sah menyewa seseorang
perempuan yang sedang haid untuk membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.
·
Kemanfaatan
benda dibolehkan menurut Syara’.[4]
C.
Pelanggaran
dalam Ijarah
Perselisihan antara mu’jir (penyewa) dan musta’jir
(orang yang menyewakan) antara lain:
1.
Klaim kerusakan.
Barang sewaan rusak selama digunakan penyewa. Penyewa mengklaim bahwa barang
tersebut rusak bukan karenanya, melainkan rusak dengan sendirinya oleh
sebab-sebab yang berada di luar kuasanya atau kerusakan terjadi karena
sebab-sebab yang biasa terjadi. Sementara itu orang yang menyewakan mengklaim
bahwa barang tersebut rusak karena pemakaian yang berlebihan oleh penyewa atau
kurang perawatan dan tidak dijaga dengan baik. Dalam kasus ini, yang dijadikan
pegangan adalah klaim penyewa, lalu dikuatkan dengan sumpahnya karena orang
yang menyewakan mengklaim telah terjadi perlakuan yang melampaui batas,
sedangkan penyewa menyangkalnya.
2.
Klaim
pengembalian barang. Penyewa mengklaim sudah mengembalikan barang yang
disewanya. Namun, orang yang menyewakan mengingkarinya. Dalam kasus ini, klaim
yang diambil adalah klaim orang yang menyewakan karena barang yang disewakan
sedang berada di tangan penyewa untuk dimanfaatkan. Status asalnya belum
dikembalikan. Saat penyewa mengklaim sudah mengembalikan, sedangkan orang yang
menyewakan menyangkalnya, maka yang dipegang adalah pengakuan pihak yang
menyangkal. Dalam hal ini adalah orang yang menyewakan yang dikuatkan dengan
sumpahnya karena yang diklaim adalah status asalnya.[5]
D.
Berakhirnya Akad
Ijarah :
1.
Terjadinya cacat
pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
Maksudnya
bahwa pada barang yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa terdapat kerusakan
ketika sedang berada di tangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah
diakibatkan kelalaian pihak penyewa sendiri. Dalam hal seperti ini pihak yang
menyewakan dapat memintakan pembatalan.
2.
Rusaknya barang
yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
Maksudnya
barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa mengalami kerusakan atau
musnah sama sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa
yang diperjanjiakan.
3.
Rusaknya barang
yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
Maksudnya
barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan sewa-menyewa mengalami kerusakan,
sebab dengan rusaknya atau musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya
perjanjian maka akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi.
4.
Terpenuhinya
manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya
pekerjaan.
Dalam hal
ini yang dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian sewa-menyewa
telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan
ketentuan yang disepakati oleh kedua pihak.
5.
Menurut
hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko
untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan
memfasakhkan sewaan itu.
Penganut
Mahzab Hanafi menambahkan bahwa adanya uzur juga merupakan salah satu penyebab
putus atau berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut
datangnya dari salah satu pihak.
Adapun
yang dimaksud dengan uzur disini adalah suatu halangan sehingga perjanjian
tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa
akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak
boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari
akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang
pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah merupakan salah
satu bentuk transaksi ekonomi yang sangat melekat dalam kehidupan manusia. Ijarah
terbagi menjadi dua yaitu Ijarah ‘ala al-manafi’ dan Ijarah ‘ala al-‘amaal
ijarah. Menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid ( orang yang akad),
Shigat akad, Ujrah (upah), Manfaat.
Hampir semua ulama
ahli fiqih sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’,
kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan
Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan
Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat
dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah
manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak
ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan. Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh
ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada
galibnya ia (manfaat) akan terwujud
Jumhur ulama mengatakan
bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu
tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat
dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah
seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
DAFTAR PUSTAKA
http://warohmah.com/ijarah-dalam-syariat-islam/
http://alimpolos.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sewa-menyewa-akad-al-ijarah.html
http://blogushuluddin.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-macam-macam-hukum-dan-dalil.html
Syafei,Rachmat.Fiqih
Muamalah.Bandung:CV.PustakaSetia,2001,hal126
http://santri-kisahsuksessantri.blogspot.co.id/2015/04/definisi-ijarah-atau-sewa-menyewa.html
http://devieka475.blogspot.co.id/2016/05/uzur-yang-membatalkan-akad-ijarah-dan.html
[1]
http://warohmah.com/ijarah-dalam-syariat-islam/
[2]
http://alimpolos.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sewa-menyewa-akad-al-ijarah.html
[3]
http://blogushuluddin.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-macam-macam-hukum-dan-dalil.html
[4]
Syafei,Rachmat.Fiqih Muamalah.Bandung:CV.PustakaSetia,2001,hal126
[5]
http://santri-kisahsuksessantri.blogspot.co.id/2015/04/definisi-ijarah-atau-sewa-menyewa.html
[6]
http://devieka475.blogspot.co.id/2016/05/uzur-yang-membatalkan-akad-ijarah-dan.html





No comments:
Post a Comment